Rabu, 06 Januari 2010

Ekspedisi akhir tahun ( bagian 1 )

Sepulang saya melakukan ekspedisi yang memakan waktu 1 minggu, akhirnya artikel pertama di tahun baru ini muncul juga. Mungkin bagi sebagian besar pembaca blog ini bertanya-tanya, kemana juga Mbahware, karena hampir satu bulan blog ini nganggur tanpa update satu tulisan pun...
Menjelang akhir bulan Desember saya sempat mendapat kabar dari teman-teman saya sesama pendaki gunung bahwa gunung Welirang* mulai intens mengeluarkan asap dari setiap lereng-lerengnya.....mula-mulanya saya hanya mengiyakan saja, lalu saya mulai berpikir kenapa tidak sekalian saja saya juga naik ke puncak Welirang untuk membuktikan sendiri apa yang telah sampai ke telinga saya tersebut....
Persiapan untuk ekspedisi kali ini membutuhkan tidak hanya sekedar pisau survival saja, karena mengingat medan dan jarak tempuh, belum lagi jalur yang akan dilalui bukanlah jalur umum pendakian seperti biasanya....
Sahabat setia saya mengatakan untuk perjalanan kali ini saya harus menambah satu orang anggota lagi..akhirnya saya menyetujui usulan tersebut.
Perbekalan mulai disiapkan, mulai logistik untuk 1 minggu, dokumentasi, outfit, hingga latihan fisik terpaksa juga saya lakukan mengingat umur yang mulai merentas tua dengan berlari keliling lapangan didepan rumah hingga push up 50 kali sehari (weew...ampun...).
Hujan yang mengguyur daerah saya dan tujuan ekspedisi membuat beberapa dari teman-teman saya mengingatkan untuk mengurungkan saja niat saya untuk melakukan perjalanan kali ini, tapi bagi saya semakin mereka melarang semakin kuat keinginan saya melanjutkan misi gila-gilaan ini.
Akhirnya hari yang saya tentukan datang juga....Pukul 6.00 pm saya sudah berada di pos pendakian gunung Welirang. Setelah cek perlengkapan dan berdoa akhirnya kaki saya melangkah di kegelapan senja melalui jalan setapak menuju gunung Welirang....
Saya ingat kurang lebih 18 tahun yang lalu semasa SMA saya pernah mendaki gunung Welirang ini bersama teman-teman satu sekolah yang menjadikan ekspedisi ini seperti nostalgia. Tapi jalan yang yang saya tempuh menuju puncak bukan lagi seperti saat saya muda dulu, pohon pinus dan cemara serta pohon besar banyak yang hilang dan tumbang berganti pohon pisang ( betapa tidak bijaksananya masyarakat sekitar yang merubah hutan yang sanggup menahan air hujan dan bisa memunculkan sumber air minum dengan teganya mengganti dengan pohon komersial seperti pisang, singkong yang selain merusak PH tanah juga tidak akan sanggup menahan curahan air hujan,yang bisa mengakibatkan banjir dan erosi tanah habis-habisan). Jalan setapak berganti dengan batu-batu gunung yang bertebaran karena erosi....
Setelah beberapa jam perjalanan teman saya meminta untuk berhenti karena hujan mulai mengguyur, memang belum terlalu deras tetapi memang sulit melakukan perjalanan di bawah siraman air hujan seperti itu. Akhirnya saya memutuskan untuk beristirahat di area yang di sebut kop-kopan, menunggu hujan reda dan sialnya lagi setelah menunggu beberapa lama hujan tidak mereda malah semakin deras. Terpaksa saya memutuskan untuk berhenti hingga pagi dan beristirahat.








Pagi telah menyinsing, hujan berganti kabut tebal, perut mulai berteriak menandakan memang minta diisi, terpaksa kami harus membongkar muatan dan membuat dapur umum seadanya hanya untuk memasak mie instan dan membuat kopi ( can't live without it....really ).Berbekal pengetahuan nomaden tak berapa lama dari batu yang susun menjadi dapur, api telah menghangatkan pagi tersebut, meski kayu bakar sedikit basah karena bekas guyuran hujan semalaman tak berapa kemudian saya dan teman-teman telah bisa menikmati kopi panas dan tentu saja beberapa batang rokok....
Tak sampai satu jam kemudian kami berkemas-kemas kembali, membakar sisa sampah dan mematikan api serta mendiskusikan rencana perjalanan selanjutnya.
Perjalanan di lanjutkan kembali dengan tujuan gubuk-gubuk pemukiman para penambang belerang yang diperkirakan memakan waktu 3 hingga 4 jam lagi. Selama perjalanan kabut terus menyelimuti perjalanan kami seakan matahari enggan menyinari bumi tempat kami melangkah, dan yang lebih menyedihkan lagi pepohonan yang kami lalui semuanya hampir habis terbakar sisa kebakaran hutan bulan-bulan kemarau kemarin ( yang entah terbakar secara alami akibat gesekan pepohonan atau memang sengaja di bakar untuk pembukaan lahan perladangan ). Belum lagi terjalnya jalanan berbatu-batu khas daerah pegunungan.







* Gunung Welirang
Gunung Welirang merupakan sebuah gunung yang terdapat di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Welirang mempunyai ketinggian setinggi 3,156 meter.
Welirang adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti belerang dalam bahasa Indonesia.

5 komentar:

  1. Indonesia itu indah ya. hehe. akhirnya posting juga hasil ekspedisinya.
    Oh ya, mbah ware banyak fansnya lho.

    BalasHapus
  2. da kjadian aneh g' d gunung Welirang. kliantannya tu gunung segar. klo d aceh biasanya naek gunung leuser, seru byak orang utannya dan juga harimaunya.

    BalasHapus
  3. @anonim dari aceh: tunggu aja postingan selanjutnya...pasti lebih seru...hehehe

    BalasHapus

Pengikut