Minggu, 27 September 2009

Lobster untuk anda dan saya

Saya orang yang sangat suka memasak, karena itulah istri saya sangat menyayangi saya (terlebih-lebih saat mendapat uang belanja lebih dan minta dibikinin masakan spesial kesukaan dia).Mungkin fitur pandai memasak ini saya dapat dari bibi yang mengasuh saya sejak kecil dan dari pengalaman bekerja bertahun-tahun di dapur hotel berbintang serta restaurant semasa bujang. Bahkan istri saya pun enggan pergi kepasar bersama saya, karena cara menawar dan memilih bahan di pasar saya lebih ahli dari dia.
Dan memang beberapa tahun terakhir ini penghasilan utama saya memang dari hasil membuka kedai makan dimana saya sebagai tukang masaknya sedangkan istri dan keponakan serta tetangga saya sebagai pembantu didapur serta sebagai pramusaji. Tetapi saya tidak akan bercerita tentang kehidupan masak memasak kepada anda hari ini.
Beberapa hari yang lalu saya pergi ke pasar bukan untuk berbelanja keperluan dapur, tetapi hanya berjalan-jalan melihat suasana pasar tanpa harus terburu-buru seperti saat jam kerja saya.
Setengah jam berlalu, para penjaja di pasar tradisional tempat saya biasa berbelanja banyak yang menyapa,maklum pelanggan tetap.
Lorong demi lorong saya lewati, memang sedikit becek, dan beraneka bau hinggap di indera penciuman yang kebanyakannya aroma sampah serta bau amis. Hal yang biasa di pasar tradisional manapun di belahan dunia ini. Hingga saya berhenti di lorong yang penuh dengan penjaja ikan,baik itu ikan laut dan ikan air tawar.
Sejenak saya terdiam mengamati tumpukan ikan dan para penjajanya yang berteriak-teriak menawarkan dagangan kepada para pembeli dari kaum hawa yang hilir mudik. Lama saya mencoba mengamati apa yang salah dari apa yang nampak didepan mata saya. Ikan bertumpuk-tumpuk bagai gunung tetapi bukan ikan kelas yang biasa disantap bos-bos di hotel berbintang atau restaurant terkenal.Bayangkan ikan tongkol yang saya lihat dibeli ibu-ibu dalam potongan jajaran genjang, aneh padahal sepengetahuan saya ikan ini seharusnya utuh sebagaimana layaknya ikan yang lain tetapi para ibu-ibu ini membeli dalam potongan potongan kecil jajaran genjang.Lalu ada juga yang menjual ikan cumi-cumi atau sotong setelah saya tanya harganya ternyata mahalnya seperti membeli keperluan rumah tangga selama tiga hari, begitu juga saat bertanya harga udang atau kepiting, belum lagi kalau mau bertanya harga ikan kerapu atau ikan berkelas lainnya.....
Hal yang menyentilkan pertanyaan bagi saya adalah bagaimana mungkin Indonesia yang terkenal kaya dengan kekayaan hasil lautnya ternyata rakyat di bawah tidak pernah merasakan hasil lautnya dengan harga yang murah dan terjangkau. Lain bila halnya anda adalah orang-orang mapan yang biasa hidup di kota besar dengan penghasilan melimpah, yang saya lihat adalah rakyat kita,bangsa Indonesia yang yang mewarisi harta nenek moyangnya tetapi dalam setahun barangkali atau mungkin belum pernah merasakan rasanya udang lobster,ikan tuna,sirip hiu,apalagi namanya caviar.....(apa anda juga pernah merasakan lezatnya ikan-ikan tersebut..?)
Lalu kemanakah semua ikan-ikan yang seharusnya kita pun ikut merasakan rasanya tersebut pergi..? Masuk pengalengan ikan dan diekspor,bolehlah untuk pendapatan negara,tapi kenapa kita tidak pernah menjumpainya di pasar tradisional selain ikan mujair,ikan nila,ikan mas,ikan tongkol,ikan asin (kalau yang terakhir saya sebut ini ikan paling mewah yang bisa disantap rakyat golongan menengah kebawah).
Sungguh menyedihkan,dan pernahkah anda berpikir bahwa sebenarnya kita pun berhak menikmati kekayaan alam Indonesia terlebih hasil lautnya daripada kita mengeksplorasinya habis-habisan lalu kita jual ke luar negeri (belum lagi ulah pencuri ikan dari kapal-kapal asing yang seenak perutnya nyolong hasil laut kita).
Bukankah kita rakyat Indonesia lebih berhak menikmatinya daripada bangsa asing,hingga otak mereka lebih encer daripada anak cucu kita nantinya (karena mengkonsumsi ikan laut bisa meningkatkan kecerdasan otak).
Harapan saya untuk beberapa tahun kedepan ini saya ingin saya dan anda bisa membeli lobster,tuna,kerapu yang harganya tidak lebih mahal dari tahu dan tempe....
Setujukah Nalar anda akan penalaran saya...?

1 komentar:

  1. Saya salut akan analisa jeli mbah, sebelumnya ga pernah terpikir..kalo tidak dibukakan mata nya, ya sampe skrg juga tidak terpikir...ngr yang begitu kaya ini begitu pilih kasih sama warganya..
    keep posting mbah!! ditunggu opini2 pintar lainnya!!

    BalasHapus

Pengikut