Kamis, 01 Oktober 2009

Traffic

Jam menunjukkan pukul 11.30 siang. Perut mulai bergetar dan  berteriak menunjukkan bahwa saat untuk mengisi tenaga dengan sepiring nasi. Tanpa dikomando segera kaki ini beranjak meninggalkan tempat duduk menuju meja makan. Tudung saji telah terangkat dan uuupppss....ternyata dibaliknya tidak nampak sepiringpun hidangan...ada apa gerangan ini.(sticky note di lemari es hanya tertulis "belanja").? Bergegas saya berjalan menuju dapur ternyata keadaannya pun sama..wah..terpaksa keinginan untuk makan siang ini harus tertunda, kembali berjalan ke meja komputer tanpa sengaja mata ini melihat keseberang jalan..ya diseberang jalan memang berjajar dan berderet warung-warung kaki lima tak berijin ( musuh para satpol PP ) yang asyik menawarkan dagangannya.Ya mau apa lagi, perut ini sudah memberontak, dengan sekali lompatan saya sudah berada dipinggir jalan hendak menyeberang. Lalu-lalang kendaraan bak barisan kerbau liar Afrika yang berbaris tiada henti, sambil menunggu longgarnya kendaraan terpaksa mulut ini diganjal dengan sebatang rokok, hingga hembusan ke empat belum juga ada sela untuk menyeberang saya terus menunggu dan tak terasa sudah separuh batang rokok tersisa tapi kaki ini belum juga beranjak. Tak terasa hampir habis batang rokok, dari jauh terlihat bus melaju kencang menyalip truk bermuatan pasir yang berjalan merayap, ini dia kesempatan menyeberang begitu bus lewat didepan hidung dengan tiga kali lompatan sampailah saya di tengah pembatas jalan. Tinggal beberapa langkah lagi perut yang sudah demo ini bakal terdiam. Namun apa daya saya masih tersangkut di pembatas jalan dan belum bisa melakukan lompatan berikut hingga ke seberang. Menunggu dan menunggu kendaraan dari arah berlawanan berkurang terpaksalah sebatang rokok lagi menjadi pelampiasan. Panas menyengat membuat keringat mulai bermunculan. tak seberapa lama kemudian kendaraan mulai berkurang kesempatan yang baik, dengan berlari kecil akhirnya sampai juga saya diseberang untuk menikmati makan siang.
Tapi ini bukan akhir cerita, untuk pulang menyeberang saya pun harus membuang waktu satu setengah menit lagi. Sesampai di rumah mata ini memandang kembali jalan depan rumah. Apa yang membuat saya harus menunggu lama untuk menyeberang, ternyata jawabannya adalah begitu banyaknya volume kendaraan yang lalu lalang terlebih kendaraan roda dua. Ya sepeda motor inilah sebab dari keruwetan dan kemacetan yang terjadi di Indonesia, ia telah menjadi silent killer baru (57 ribu kecelakaan di tahun 2007/Data Dinas Perhubungan). Dengan jumlah yang mendekati 45 juta pengguna sepeda motor (dengan kenaikan rata-rata 20 % pertahun/Data Dinas Perhubungan). maka bisa dipastikan 30 hingga 50 tahun mendatang sumber daya alam sektor migas kita bakal menipis. Saking mudahnya anda mendapatkan sepeda motor, saya tidak tahu lebih murah mana tarif hotel bintang 1 semalam dengan uang muka sebuah motor. Ya ,dengan kurang lebih 70 lembaga penjamin dan pemberi kredit kepemilikan motor maka tidak disangsikan lagi bahwa kita sebetulnya negara yang konsumtif akan alat transportasi pribadi.
Padahal di negara maju penggunaan akan alat transportasi lebih diutamakan dengan menggunakan transportasi umum yang jelas lebih baik mulai dari pelayanan, kenyamanan, kemurahan hingga ketepatan waktu. Begitu banyaknya subway atau busway dengan kriteria yang saya sebutkan di atas membuat para pengguna transportasi di negara-negara maju lebih memilih public service ini daripada transportasi pribadi, seperti  kereta api sinkanzen di Jepang, TGV  di Prancis, KTX di korea yang cepatnya beberapa kali KA argo bromo ( belum lagi para copet dan penodong yang mangkal di KA ekonomi).
Sedangkan untuk penggunaan motor di Indonesia, kita adalah konsumen terbesar ketiga setelah China dan India.
Untuk acara bermudik ria saja diperkirakan 3,6-3,7 juta pengguna sepeda motor(Data Dinas Perhubungan). Belum pengguna kendaraan pribadi roda empat.
Memang hasil pajak kendaraan menggiurkan pemerintah sebagai contoh di Jawa Timur saja pendapatan tahun lalu mencapai Rp 5,970 triliun. Tapi apa pemerintah lalu menutup mata membiarkan ATPM mengobral dagangan dan kita hanya kebagian menyerahkan leher kita ke tangan penjamin untuk dicekik.(untuk sebagian orang bernalar cekak demi gengsi memang bisa berbangga punya motor baru yang kalau dihitung kredit hingga lunas sama dengan beli 2 motor yang sama).
Seharusnya pemerintah pun lebih menyoroti hal ini, bukankah dengan memberikan transportasi murah, nyaman dan tepat waktu lebih meningkatkan daya kerja masyarakatnya daripada rakyat yang mesti menanggung beban pemerintah dengan mencari sarana transportasi murah yang tidak bisa dianggap murah, sumber polutan dan rawan kemacetan dan kecelakaan...
Bahkan saya menganjurkan keluarga agar tidak menggunakan transportasi pribadi, dan lebih sering menggunakan transportasi umum, memang kadang menggelikan jika ada yang menanyakan kepada saya kenapa tidak membeli mobil atau motor?saya hanya menjawab biar bbmnya untuk anak cucu saya saja, siapa tahu di jaman mereka fungsi bbm belum tergantikan dengan bahan bakar yang lain...
Dan untuk sekarang biarlah semua berjalan sesuai nalar masing-masing.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut