Kamis, 07 Januari 2010

Ekspedisi akhir tahun ( bagian 2 )

Setelah mendaki perbukitan terjal di lereng gunung Welirang selama 3 sampai 4 jam lebih akhirnya sampailah kami di daerah pemukiman para penambang belerang. Suasana pun saya rasakan berbeda dengan saat pendakian 18 tahun yang lalu....memang suara ayam hutan masih terdengar di kejauhan meski saya tidak bisa mengabadikannya, karena saat di dekati binatang tersebut memilih untuk terbang menjauh ( mungkin trauma dengan para pemburu liar, sehingga menganggap saya mengincar mereka untuk dijadikan ayam panggang...hehehe )


Puncak bukit pertama menyambut saya dan rekan se-tim dengan pemandangan baru....tampak tumpukan karung berwarna putih yang terhampar di dataran bukit pertama seakan seperti sebuah benteng  yang melindungi beberapa gubuk kecil yang merupakan tempat penimbangan belerang.






Rupa-rupanya para penambang belerang ini tidak setengah-setengah dalam menekuni pekerjaan mereka, terbukti setelah kami naik ke bukit kedua tempat pemukiman mereka kami disambut dengan  suara dentaman palu godam menghantam batu gunung dan suara cangkul para penambang belerang. Kami berhenti sejenak untuk mengetahui maksud dan tujuan mereka, dan mereka memberi jawaban yang mengejutkan bahwa mereka sedang berencana membuat jalan makadam yang nantinya suatu saat akan dilanjutkan dengan melakukan pengaspalan jalan....!!









Dari sudut pandang para penambang belerang ini dapat dimaklumi keinginan mereka yang ingin memudahkan transportasi pengiriman belerang dari puncak gunung ke bawah, tapi jika melihat dari sudut lain maka dampak kerusakan yang akan ditimbulkan lebih mengerikan lagi mungkin...Bayangkan saja seandainya semua kendaraan bermotor sanggup mencapai puncak dapat dipastikan kerusakan alam akan lebih parah lagi. Tidak semua para pendaki dan yang katanya pecinta alam bisa menjaga diri dari mengotori alam, apalagi jika orang awam mendapat kemudahan akses ke puncak Welirang maka alam yang asli dan alami bisa dipastikan akan terjamah habis. Ayam hutan mungkin hanya akan terlihat dari balik sangkar dan suaranya mungkin hanya kita dengar dari CD bajakan yang bertebaran di Glodok. Hutan yang lebat akan gundul oleh para pencari kayu bakar dan bahkan mungkin berganti dengan hutan real estate yang tidak akan sanggup menahan curahan air hujan dan para penghuninya mungkin rawan akan bencana longsor, semak ilalang akan penuh sampah bekas makanan ringan,plastik,kaleng (atau bahkan kondom sekalian...).
Air akan semakin sulit didapat, hal itu terbukti dengan beberapa sumber mata air yang dulu pernah saya jumpai sekarang telah kering seperti bukan bekas mata air, dan air hanya didapat dari rembesan air hujan yang tertampung di jurang-jurang dan membentuk kolam kecil.



Hal seperti ini adalah bak pisau bermata dua , disatu sisi pembangunan ini memudahkan mata pencarian para penambang belerang dan bos-bosnya sedangkan dampak bagi lingkungan ibaratnya seperti ikan yang kehabisan air, dan efek terburuknya adalah bagi kelangsungan hidup anak cucu kita nantinya yang akan lebih sulit memperoleh air dan oksigen yang cukup untuk bernafas......

1 komentar:

  1. wah stubuh mbah...eh setuju....hehehe

    btw suwon mie n kopi'nya waktu di kop2an.

    salam bwt rekan2 yang lain...

    BalasHapus

Pengikut