Dengan beban yang berat ditambah dengan kaki yang ngilu, perjalanan ke puncak terasa seperti neraka....bahkan kali ini bukan hanya sepuluh langkah tapi setiap lima langkah saya harus berhenti ( feel like creep...really..).
Udara dingin menerpa yang jelas bukan akibat kabut melainkan akibat mulai tipisnya oksigen...sejenak saya tercengang dengan suara dengungan...yang jelas itu bukan earth hum ( wakakaka...numpang artikel bro...) tapi rupanya adalah suara angin disela jurang dan pepohonan kerdil....
Suaranya mengingatkan seperti suara kereta api di kejauhan...atau seperti suara angin yang menghantam kabel listrik...menderu-deru di tengah kesunyian gunung Welirang....
Satu meter demi satu meter jalan terjal itu berhasil kami lalui...yang nampak sekarang bukanlah pepohonan pinus dan cemara melainkan pepohonan rendah yang oleh penduduk setempat dinamakan pohon "manis rejo" manis berarti manis dalam arti sebenarnya sedangkan rejo berarti ramai...
Entah apa namanya dalam bahasa science...(saya dua hari googling tapi belum juga dapat nama resminya...) tapi saya akan sedikit menceritakan tentang pohon manis rejo ini.
Dalam kepercayaan masyarakat setempat pohon ini adalah pohon kesayangan para dewa dan buahnya adalah juga makanan para dewa.( yang saya tahu hanya burung-burung saja dan manusia yang memakannya, mungkin karena susah mendapatkannya saja maka timbul kepercayaan seperti itu....)
Pohon itu memang bisa berusia ratusan tahun dan tetap berukuran kerdil. Pohon ini hanya bisa dijumpai pada ketinggian 2700 meter diatas permukaan air laut. Manisrejo ini bisa dibuat untuk minuman, seperti layaknya kita membuat teh, ( ambil saja beberapa pucuk yang masih muda dan merah lalu rebus dan beri sedikit gula ) memiliki rasa sedikit masam segar. Apabila berbuah, bentuknya sebesar biji tasbih dan memiliki warna merah jika muda dan hitam keunguan jika sudah masak dan bisa dimakan memiliki rasa sedikit masam dan ada rasa sepat.( burung - burung juga suka menikmatinya disaat pagi hari ).
Satu meter demi satu meter jalan terjal itu berhasil kami lalui...yang nampak sekarang bukanlah pepohonan pinus dan cemara melainkan pepohonan rendah yang oleh penduduk setempat dinamakan pohon "manis rejo" manis berarti manis dalam arti sebenarnya sedangkan rejo berarti ramai...
Entah apa namanya dalam bahasa science...(saya dua hari googling tapi belum juga dapat nama resminya...) tapi saya akan sedikit menceritakan tentang pohon manis rejo ini.
Dalam kepercayaan masyarakat setempat pohon ini adalah pohon kesayangan para dewa dan buahnya adalah juga makanan para dewa.( yang saya tahu hanya burung-burung saja dan manusia yang memakannya, mungkin karena susah mendapatkannya saja maka timbul kepercayaan seperti itu....)
Pohon itu memang bisa berusia ratusan tahun dan tetap berukuran kerdil. Pohon ini hanya bisa dijumpai pada ketinggian 2700 meter diatas permukaan air laut. Manisrejo ini bisa dibuat untuk minuman, seperti layaknya kita membuat teh, ( ambil saja beberapa pucuk yang masih muda dan merah lalu rebus dan beri sedikit gula ) memiliki rasa sedikit masam segar. Apabila berbuah, bentuknya sebesar biji tasbih dan memiliki warna merah jika muda dan hitam keunguan jika sudah masak dan bisa dimakan memiliki rasa sedikit masam dan ada rasa sepat.( burung - burung juga suka menikmatinya disaat pagi hari ).
Ada beberapa khasiat dari pohon ini yang secara ilmiah mungkin sudah diteliti ( saya pun kurang tahu dalam hal ini ), bagi penduduk setempat dan bagi para pendaki selain digunakan sebagai minuman seperti teh, manisrejo ini bisa menjadi minuman berenergi, menghilangkan pegal-pegal,mengurangi stress bahkan sebagai obat parkinson, body shaking ( buyuten dalam bahasa Jawa : badan gemetar seperti yang terjadi pada orang berumur ), jika rutin diminum layaknya terapi alternatif ala Dr. Hembing....( yang ini sih ala Mbahware...wakakaka).
Belum lagi keunikan bentuk pohonnya yang tanpa modifikasi pun sudah seperti bonsai alami (setahu saya banyak juga yang menjadikan pohon ini sebagai obyek tanaman hias bonsai yang sayangnya banyak berumur pendek karena media tanamnya memang bukan untuk daerah panas). Coba bayangkan seandainya memang jalan aspal itu mencapai gunung Welirang bisa dipastikan pohon ini akan habis musnah berpindah ke pot-pot yang dikirim kerumah-rumah penggemar tanaman hias dan menunggu waktu kematiannya saja.
Petir tiba-tiba menyambar, kabut mulai berenang di udara, menyelimuti jalanan yang kami lalui, istirahat kami terpaksa hanya sekitar 15 menit saja, dan buru-buru kami berkemas mendaki jalan yang hanya tinggal beberapa ratus meter lagi mencapai dataran lapang, kami tidak ingin kehujanan di jalan saat mendaki jalanan terjal.
Tidak sampai 25 menit akhirnya tiba juga kami di tanah yang agak lapang, disini jalanan mulai mendatar, kaki yang ngilu mulai tidak begitu terasa lagi. Dan ternyata jalan dulu yang pernah saya lalui menuju puncak yang seperti sirip ikan telah longsor sehingga yang ada adalah sebuah jalan baru menuju lereng sebelah Selatan kawah gunung Welirang.
Saya mula-mula kebingungan untuk menentukan arah menuju puncak, tetapi melihat jalanan setapak dari para pencari belerang akhirnya saya memutuskan untuk mengikutinya saja.....
Update :
Nama sains Manis rejo : Vaccinium Varingiaefolium ( atau biasa disebut Cantigi).
Special thanks to : Bro Enigma ( you're the man...! )
Belum lagi keunikan bentuk pohonnya yang tanpa modifikasi pun sudah seperti bonsai alami (setahu saya banyak juga yang menjadikan pohon ini sebagai obyek tanaman hias bonsai yang sayangnya banyak berumur pendek karena media tanamnya memang bukan untuk daerah panas). Coba bayangkan seandainya memang jalan aspal itu mencapai gunung Welirang bisa dipastikan pohon ini akan habis musnah berpindah ke pot-pot yang dikirim kerumah-rumah penggemar tanaman hias dan menunggu waktu kematiannya saja.
Petir tiba-tiba menyambar, kabut mulai berenang di udara, menyelimuti jalanan yang kami lalui, istirahat kami terpaksa hanya sekitar 15 menit saja, dan buru-buru kami berkemas mendaki jalan yang hanya tinggal beberapa ratus meter lagi mencapai dataran lapang, kami tidak ingin kehujanan di jalan saat mendaki jalanan terjal.
Tidak sampai 25 menit akhirnya tiba juga kami di tanah yang agak lapang, disini jalanan mulai mendatar, kaki yang ngilu mulai tidak begitu terasa lagi. Dan ternyata jalan dulu yang pernah saya lalui menuju puncak yang seperti sirip ikan telah longsor sehingga yang ada adalah sebuah jalan baru menuju lereng sebelah Selatan kawah gunung Welirang.
Saya mula-mula kebingungan untuk menentukan arah menuju puncak, tetapi melihat jalanan setapak dari para pencari belerang akhirnya saya memutuskan untuk mengikutinya saja.....
Update :
Nama sains Manis rejo : Vaccinium Varingiaefolium ( atau biasa disebut Cantigi).
Special thanks to : Bro Enigma ( you're the man...! )
mantap mbah, klau d gunung leuser klihatannya g' pernah lihat ada tanaman manis rejo tersebut. jdi pengen coba rasa teh dari pucuk daun rejo itu.
BalasHapusWow. foto-fotonya itu lho. cool. bagus sekali. itu juga yang diupload ke NGI ya. Bener2 seru. Oh ya mbah, manis rejo itu bahasa sainsnya Vaccinium Varingiaefolium. hehe.
BalasHapusThanx bro Enigma....saya hampir setengah mati cari tuh nama sains......hehehehe....rupanya dulu anda berlatar belakang botani ya....?hehehehe
BalasHapusyah mbah saya kira udah tamat trus trakhirnya ketemu pesawat ufo yg jatoh di puncaknya gt ato gk ketemu bigfoot or genderuwo ato semacamnya????...hahaha, masih panjang ya? d tgg deh... jgn ngerokok mulu mbah ntar bengek di gunung... wakakakak
BalasHapus-mrcostello-